‘Malam minggu, malam menyenangkan’
demikian ungkapan rekan komunitas saat bersua di ruang makan hari ini. Biasanya
setiap akhir pekan, satu film pasti akan ditonton bersama. Ada beberapa rekan komunitas
saya yang hobinya mengoleksi film-film
baru. Pada saat jamuan bersama, akan ada cerita singkat dari ‘pemilik’ film
tentang kisah dalam film tersebut, dan saya yakin seratus persen, kalau Anda (pembaca
tulisan ini) mendengar rangakaian kata-katanya, Anda pasti ingin cepat-cepat
menontonnya. Bagaimana tidak? Semua pemilik filmnya adalah pengkotbah yang
memiliki kemampuan retoris yang memukat dan memikat. Ini sekadar celoteh awal, edisi
ini saya ingin berbagi cerita ide saya atas film berjudul El Hoyo.
El Hoyo merupakan film berbahasa Spanyol dengan genre
horor-thriller disutradarai oleh Galder Gaztelu-Urrutia. El Hoyo
atau The Platform ditulis oleh David Desola dan Pedro Rivero. Film ini
merupakan pemenang People’s Choice Award di Toronto
International Festival Film tahun 2019 (TIFF), Festival Film Internasional Toronto.
Dibintangi oleh Iván Massagué, Antonia San
Juan, Zorion Eguileor, Emilio Buale, serta Alexandra Masangkay. Film berdurasi sembilan puluh empat menit ini mengisahkan
tentang sistem kehidupan manusia dan betapa peliknya persoalan kehidupan
tersebut. Malam ini kami menonton The
Platform dengan subtitle Indonesia
karena sebagaian dari kami masih sementara berjuang belajar Bahasa Spanyol dan
lebih tertarik ke Bahasa Inggris .
Film The Platform mengisahkan tokoh call Goreng (Iván Massagué) yang berjuang mempertahankan kehidupan selama enam
bulan dalam sebuah penjara vetikal, di mana sel-sel tahanan bertumpuk hingga
333 sel. Goreng masuk ke dalam penjara secara sukarela demi
iming-iming mendapat gelar diploma. Biasanaya para tahananan diperkenankan
untuk membawa satu barang pilihan yang disediakan oleh pengelola. Sebelum masuk
ke dalam sel tersenut ada interview pribadi. Goreng memilih membawa sebuah novel
karya Miguel de Cervantes berjudul Don Quijote (Quixote). Novel dengan jumlah
863 halaman ini diterbitkan dalam dua volume pada tahun 1605 dan 1615 dengan
judul lengkapnya ‘Don Quixote de la Mancha’.
Kita lanjut filmnya, ketika Goreng terbangun di sel beton yang ditandai dengan angka 48 teman
satu selnya, Trimagasi, menjelaskan bahwa mereka berada di penjara bergaya
menara tempat makanan dikirim melalui platform yang bergerak dari atas ke bawah
melalui lubang besar di lantai dan langit-langit.
Film
ini tidak menggambarkan seseorang sebagai yang pribadi bermoral baik atau buruk, kisah dalam film menanyakan apa yang
akan Anda
lakukan jika menemukan diri Anda berada di lantai 250 atau di lantai 48, atau dilantai 333,
atau dilantai 6. Sementara asyik
menonton beberapa teman saya mengatakan, film ini mengajarkan tentang solidaritas.
Saking menantangnya, walaupun ada yang fobia darah, alur film memaksa kami bertahan
menonton sampai akhir. Solidaritas! Bagaimana menghidupkam solidaritas di ambang maut. ‘Makan atau dimakan’ kata Trimagasi. Para
tahanan yang berada di lantai atas akan memiliki peluang untuk menikmati banyak
jenis makanan. Semakin kebawah semakin sedikit sisa makanannya,bahkan kosong
untuk sampai pada tingkat terendah. Maka makan dan memakan menjadi persoalan
baru untuk lantai paling rendah.
Gambaran, dari atas
ke bawah, mungkin bisa di tempatkan
dalam kacamata sistem kapitalisme,(tentang kapitalisme: my community members, bisa bersemadi dalam skripsi Diakon Jenar CMF…hhh)
yang mana yang di atas menguasai yang di
bawah. Yang bermodal menguasai yang miskin dan papa. Menurut rekan saya inilah fenomena
kehidupan yang sebenarnya ingin disiratkan el
hoy0. Kesenjangan tidak semata ada antara yang miskin dan kaya, tetapi yang
memiliki akses dekat dengan sumber daya. Distribusi
sumber daya (dalam film digambarkan dengan makanan) seharusnya dilaksankan
dengan baik, tetapi cendrung kebablas.
Praktek sistem politik
juga merupakan sisi lain yang disoroti film ini, sebagaimana pemimpin yang
berjiwa sosialis terjatuh atau cendrung tirani. Goreng dan Baharat
(representasi sosialis) berjuang untuk membagi makanan secara adil agar bisa
sampai pada sel 250. Dalam proses pendistribusian tersebut kekerasan terjadi. Bagi
teman saya ini adalah gambaran kehidupan saat ini. Penguasa atau kaum sosialis
cendrung terjerumus dalam praktek kekerasan, ‘solidaritas kotor’ kadang terjadi
dalam praksis hidup manusia.
Pembaca REMAH-REMAH, El Hoyo adalah gambaran menarik nan
menantang realita kehidupan. Perpindahan dari ruang tahanan yang satu ke
tahanan yang lain adalah gambaran dinamika perjalanan hidup manusia: roda berputar,
kadang di atas, kadang di bawah, tertindas dan menindas, makan dan dimakanm dst.
Bagaimana Anda menempatkan diri Anda ketika berada ‘di atas’: kapitalis, sosialis dan penguasa, dan ketika
berada ‘di bawah’: marginal, kaum papa dan miskin. Akhirnya, saya biarkan
imajinasi dan interpretasi kalian berperang dengan open ended The Platform, tidak mengubah dunia, tapi bisa mengubah
penonton. Mungkin Anda!
Yogyakarta, 14 Juni 2020
Fransiskus Sardi