Minggu, 14 Juni 2020

El Hoyo; The Platform


‘Malam minggu, malam menyenangkan’ demikian ungkapan rekan komunitas saat bersua di ruang makan hari ini. Biasanya setiap akhir pekan, satu film pasti akan ditonton bersama. Ada beberapa rekan komunitas saya yang  hobinya mengoleksi film-film baru. Pada saat jamuan bersama, akan ada cerita singkat dari ‘pemilik’ film tentang kisah dalam film tersebut, dan saya yakin seratus persen, kalau Anda (pembaca tulisan ini) mendengar rangakaian kata-katanya, Anda pasti ingin cepat-cepat menontonnya. Bagaimana tidak? Semua pemilik filmnya adalah pengkotbah yang memiliki kemampuan retoris yang memukat dan memikat. Ini sekadar celoteh awal, edisi ini saya ingin berbagi cerita ide saya atas film berjudul El Hoyo.
El Hoyo merupakan film berbahasa Spanyol dengan genre horor-thriller disutradarai oleh Galder Gaztelu-Urrutia. El Hoyo atau The Platform ditulis oleh David Desola dan Pedro Rivero. Film ini merupakan pemenang People’s Choice Award di Toronto International Festival Film tahun 2019 (TIFF), Festival Film Internasional Toronto. Dibintangi oleh Iván Massagué, Antonia San Juan, Zorion Eguileor, Emilio Buale, serta Alexandra Masangkay. Film berdurasi  sembilan puluh empat menit ini mengisahkan tentang sistem kehidupan manusia dan betapa peliknya persoalan kehidupan tersebut. Malam ini kami menonton The Platform dengan subtitle Indonesia karena sebagaian dari kami masih sementara berjuang belajar Bahasa Spanyol dan lebih tertarik ke Bahasa Inggris .
Film The Platform mengisahkan tokoh call Goreng (Iván Massagué) yang berjuang mempertahankan kehidupan selama enam bulan dalam sebuah penjara vetikal, di mana sel-sel tahanan bertumpuk hingga 333 sel. Goreng masuk ke dalam penjara secara sukarela demi iming-iming mendapat gelar diploma. Biasanaya para tahananan diperkenankan untuk membawa satu barang pilihan yang disediakan oleh pengelola. Sebelum masuk ke dalam sel tersenut ada interview pribadi. Goreng memilih membawa sebuah novel karya Miguel de Cervantes berjudul Don Quijote (Quixote). Novel dengan jumlah 863 halaman ini diterbitkan dalam dua volume pada tahun 1605 dan 1615 dengan judul lengkapnya ‘Don Quixote de la Mancha’. Kita lanjut filmnya, ketika Goreng terbangun di sel beton yang ditandai dengan angka 48 teman satu selnya, Trimagasi, menjelaskan bahwa mereka berada di penjara bergaya menara tempat makanan dikirim melalui platform yang bergerak dari atas ke bawah melalui lubang besar di lantai dan langit-langit.
 Film ini tidak menggambarkan seseorang sebagai yang pribadi bermoral baik atau buruk, kisah dalam film menanyakan apa yang akan Anda lakukan jika menemukan diri Anda berada di lantai 250 atau di lantai 48, atau dilantai 333, atau dilantai 6. Sementara asyik menonton beberapa teman saya mengatakan, film ini mengajarkan tentang solidaritas. Saking menantangnya, walaupun ada yang fobia darah, alur film memaksa kami bertahan menonton sampai akhir.  Solidaritas! Bagaimana menghidupkam solidaritas di ambang maut. ‘Makan atau dimakan’ kata Trimagasi. Para tahanan yang berada di lantai atas akan memiliki peluang untuk menikmati banyak jenis makanan. Semakin kebawah semakin sedikit sisa makanannya,bahkan kosong untuk sampai pada tingkat terendah. Maka makan dan memakan menjadi persoalan baru untuk lantai paling rendah.
Gambaran, dari atas ke bawah, mungkin bisa di tempatkan dalam kacamata sistem kapitalisme,(tentang kapitalisme: my community members, bisa bersemadi dalam skripsi Diakon Jenar CMF…hhh)  yang mana yang di atas menguasai yang di bawah. Yang bermodal menguasai yang miskin dan papa. Menurut rekan saya inilah fenomena kehidupan yang sebenarnya ingin disiratkan el hoy0. Kesenjangan tidak semata ada antara yang miskin dan kaya, tetapi yang memiliki akses dekat dengan sumber daya. Distribusi sumber daya (dalam film digambarkan dengan makanan) seharusnya dilaksankan dengan baik, tetapi cendrung kebablas.
Praktek sistem politik juga merupakan sisi lain yang disoroti film ini, sebagaimana pemimpin yang berjiwa sosialis terjatuh atau cendrung tirani. Goreng dan Baharat (representasi sosialis) berjuang untuk membagi makanan secara adil agar bisa sampai pada sel 250. Dalam proses pendistribusian tersebut kekerasan terjadi. Bagi teman saya ini adalah gambaran kehidupan saat ini. Penguasa atau kaum sosialis cendrung terjerumus dalam praktek kekerasan, ‘solidaritas kotor’ kadang terjadi dalam praksis hidup manusia.
Pembaca REMAH-REMAH, El Hoyo adalah gambaran menarik nan menantang realita kehidupan. Perpindahan dari ruang tahanan yang satu ke tahanan yang lain adalah gambaran dinamika perjalanan hidup manusia: roda berputar, kadang di atas, kadang di bawah, tertindas dan menindas, makan dan dimakanm dst. Bagaimana Anda menempatkan diri Anda ketika berada ‘di atas’:  kapitalis, sosialis dan penguasa, dan ketika berada ‘di bawah’: marginal, kaum papa dan miskin. Akhirnya, saya biarkan imajinasi dan interpretasi kalian berperang dengan open ended The Platform, tidak mengubah dunia, tapi bisa mengubah penonton. Mungkin Anda!

Yogyakarta, 14 Juni 2020

Fransiskus Sardi