HOLA Remahers!
Bro Cis CMF |
Selamat berkisah di duatiga Bro.
Saya berharap kamu menyempatkan diri membaca ‘si kecil suka mendengar’ dalam
remah ini, itu cerita saya untuk rekan kecil kita; Ube. Hari ini kamu
mengatakan kehadiran kamu adalah realisasi dari pengalaman dicinta dan mencintai.
Saya mau berkisah tentang cinta. Cinta itu gila; lebih sering menakutkan dari pada
membahagiakan; demikian sepenggal kalimat dalam novel Cantik Itu Luka, karyanya
Eka Kurniawan. Atau jika kamu pernah membaca kisah Romeo dan Juliet
yang ditulis oleh Shakespeare, yang diterbitkan pertama kalinya tahun 1595. Romeo dan Juliet tidak dapat
bersatu hingga akhir karena kedua orangtuanya bermusuhan. Kisah berakhir
tragis, kedua sejoli memilih mengakhiri hidupnya atas sebuah perkara bernama CINTA.
Saya tersadar ternyata cinta bisa membunuh. Saya tidak
ingin melanjutkan cerita cinta ini. Ini ceritera lama yang mungkin sudah basi tuk
dicerna dan diingat-ingat. Seperti kisah Cleopatra dan Mark Antony, atau
legenda-legenda asmara lainya. Tidak etis membahas tentang cinta yang berakhir dengan membunuh
atau mungkin inilah tanda cinta sampai mati. Entahlah! Tapi kamu;Bro Cis adalah cinta. Sampai di sini dulu
narasi cinta. Anda sekalian memiliki interpretasi dan pengalaman yang nan kaya akan CINTA. Saya ingin berbagi ini untuk Anda semua; khususnya buat yang
berulang tahun hari ini.
Mungkin! Anda sekalian pernah mendengar, menonton, membaca atau melihat sketsa komedi Monthly Phyton, "Lomba lari 100 meter untuk
orang-orang yang tak punya arah". Sketsa ini dimuat dalam kompilasi sketsa
komedi terbaik berjudul Parrot sketch not
included. "Saat itu adalah olimpiade lucu-lucuan, stadion penuh,
langit biru nan cerah, orang-orang tengah menunggu dimulainya babak lomba lari. Di titik start berkumpullah para finalis- sekelompok pelari hebat yang sama sekali tidak
tahu arah. Para pelari itu tampak gelisah. Mereka gatal dan getol ingin segera mulai bertanding.
Tembakan tanda awal pertandingan berbunyi dan para pelari langsung melesat.
Segera mereka keluar dari garis lintasan - berlari ke depan, ke belakang, ke
samping, dan melingkar. Mereka semua berlari dengan sangat kencang. Sangat
bergegas. Kerja keras. Kecepatan mencengangkan. Sangat atletis. Tetapi tidak
ada lintasan, tidak ada arah, tidak ada garis akhir, dan akhirnya tidak ada
tujuan berlari".
Sketsa komedi ini menawarkan
metafora yang bagus untuk dunia yang serba ingin cepat, penuh dengan orang yang
mengejar kesuksesan dan mencari kebahagiaan. Tidak ada keraguan bahwa kita kini
hidup dalam masyarakat serba cepat kata Ka Tanto dalam sebuah narasinya; fast society. Kecepatan hidup akan kerja meningkat melampaui semua ukuran yang terdahulu. Kita dengan
segera menjadi generasi "pelintas cepat" yang sedang menguji
batas-batas hidup yang cepat dan bisnis yang cepat. Semakin banyak dari kita
yang juga mempertanyakan kebijaksanaannya.
Cepat itu
mengasyikkan. Cepat menawarkan kemungkinan sukses lebih segera, cinta lebih
segera, segalanya lebih segera. Dalam masyarakat serba cepat, kita perlu sekali
mengontrol kecepatan. Robert Holden dalam Succes
Intelegence mengatakan perusahaan
yang serba cepat, seperti Federal
Express, Kall Kwik, Prontaprint Ltd., Speedo, dan Kwik Save, mengerti kita
tidak akan rela melepaskan kaki kita dari pedal gas. Kita akan terdorong untuk selalu bergegas mengapai dan
mengapainya, mengejar dan kembali mengejarnya. Yuval Noah
Harari dalam bukunya Homo Deus (-setelah mengangkat
kemanusiaan di atas level binatang dalam hal perjuangan survival, kita kini berusaha meningkatkan manusia
menjadi dewa-dewa dan mengubah homo sapiens menjadi homo Deus-) mengatakan, reaksi paling umum
pikiran manusia atas prestasi adalah bukan kepuasan, melainkan mengejar lebih
banyak. Manusia selalu mencari yang lebih baik lebih besar dan lebih nikmat. Lebih dan lebih. Sebuah candu baru pasca rokok, narkoba
dan mungkin juga sex; mengejar kesuksesan, konsekuensinya tergesa-gesa, sibuk
dan manic.
Masyarakat serba
tergesa-gesa (manic society). Kata manic, berasal dari kata
mania, yang merupakan istilah psikologi untuk ketiadaan kesadaran, sejenis
kegilaan, kekacauan suasana hati yang ditandai oleh beragam gejala, antara lain
aktivitas motorik yang ekstrem, dorongan yang tak tertahankan, keinginan yang
terlalu kuat, serta pikiran dan perkataan yang cepat secara berlebihan.
Saya ingin Anda sekalian, untuk sementara waktu, menempatkan pikiran dan
posisi Anda sebagai orang yang sedang berlari kencang (generasi sibuk), seorang
dari finalis yang sedang berlari tanpa arah. Apa yang harus anda lakukan di
saat seperti itu; memilih berlari atau diam memikirkan solusinya? Mungkin, kita
butuh rehat dan melihat. Melihat bagaimana? Pierre Teilhard de
Chardin, seorang Imam Jesuit dan juga filsuf (tokohnya Fr. Arcon), mengungkapkan
bahwa “seluruh kehidupan ini terletak dalam kata kerja melihat. Melihat bukan hanya dengan mata melainkan juga dengan pikiran
dan hati; yang juga diwarnai dengan cinta – bukan cinta yang membunuh,
memisahkan dan menyakitkan seperti narasi awal di atas – tapi cinta yang
menghidupkan; (sesuai kesan ULTAH kamu hari ini Pa Ketua...hhh). Generasi sibuk harus belajar bahwa
menjadi sibuk saja tidaklah cukup. Henry David Thoreau, filsuf Amerika menulis “menjadi
sibuk saja tidaklah cukup; semut-semut juga sibuk. Persoalannya adalah: apa
yang menyibukkan kita”. Akhirnya Remahers; khususnya Bro Ancis
CMF; janganlah terlalu menyibukan diri dengan sesuatu yang tanpa – atau tidak
tahu tujuannya. Rehat sejenak, tentukan lintasan dan berlarilah. Semoga bisa
memetik cinta yang bena seperti kisah asmarah Odysseus dan Penelope, legenda Yunani klasik yang bisa jadi penanda, model lain dari cinta.
Cinta tidak selamanya berakhir dengan luka; seperti harapanmu Bro Cis; ada karena dicinta dan mencintai. Happy Birthday!
Yogyakarta, 16 Juni 2020
Fransiskus Sardi
TINGKAT SATU WSC 2019/2020 |