"Janganlah kita bunuh dia! Janganlah tumpahkan darah, lemparkanlah dia
ke dalam sumur yang ada di padang gurun ini, tetapi janganlah apa-apakan
dia" (Kej. 37: 21-22)
Ribuan tahun silam dalam
sejarah perjalanan agama Abrahamik, kisah tentang Yakub menjadi kisah yang menarik perhatian
banyak orang. Bahkan kisah itu masih hidup hingga saat ini. Bagaimana tidak? Ini adalah
ceritera generative yang khas dalam tradisi Abarahmik. Yakub; cucu Abraham dan Sara,
anak dari Ishak dan Ribka seorang putra ajaib hasil penantian yang begitu panjang, dan cukup memakan waktu
yang lama. Ia memiliki saudara kembar bernama Esau.
Konon, menurut kisah
Alkitabiah, Yakub dan Esau mempersoalkan hak kesulungan. Esau menjual hak kesulungan
dengan semangkuk kacang merah dan roti. Konsekuensi dari tindakannya ini ialah
Yakublah yang mendapat berkat dan hak kesulungan. Hidup Yakub selanjutnya
selalu mendapatkan berkat. Ia memiliki 12 orang anak yang punya karakter dan
kekhasanya masing-masing. Saya tidak terlalu menguasai kisah tentang keduabelas anaknya
itu. Saya hanya ingin mengisahkan tentang seorang ‘puteranya’ yang masih ada
bersama-sama dengan saya saat ini.
Hari ini
tanggal 12 Juni menjadi hari bahagianya. Dalam doa yang dia goreskan dalam
story WAnya dia menyampaikan syukur atas perlindungan Tuhan pada ibunya yang
telah melahirkannya. “Terimakasih Tuhan, telah menjaga mama selama 9 bulan.
Hari ini engkau memberikan kelegaan baginya. Makasi Mama”. Ini adalah penggalan
doa yang ia lantunkan pukul 00:07. WIB. Paginya, pukul 08:30 dia kembali
berceloteh dalam storynya, “syukur kepadaMu untuk penyertaanMu hingga usia yang
ke 22 ini. Terimakasih mama, bapa, dan adik-adikku, terimakasih komunitas untuk
apresiasi dan masukan-masukannya, terimakasih untuk semua yang selalu
mendukung, terimaksih untuk semuanya, juga buat kk Ghe yang membuat kue ulang
tahunnya” (tulisan ini di buat hanya untuk membuatnya tetap mengenag ulang
tahun di tengah pandemic c-19).
Dalam kelompok Yang Tak
Terpadamkan, si kecil ini ialah pribadi yang paling suka mendengarkan. Mendengarkan,
telinga, dua kata yang berkaitan. Sebagai Putera CMF, saya igin meneruskan 4
tingkatan mendengarkan versi Pater General (goresan ini saya peroleh dari
Master P.D.K. ceo Di Ketepian Babilonia).
Level-1: Echoing.
Pada tingkat ini,
mendengarkan tidak terjadi,
karena orang tersebut berada dalam lingkaran mentalnya yang tertutup dan hanya
mendengar apa yang sudah ia ketahui dan apa yang menegaskan kembali ide,
pendapat, dan prasangkanya sendiri. Apa pun di luar ini disingkirkan atau
ditolak. Oleh karena itu, ini lebih merupakan monolog daripada dialog.
Level 2: Berdebat.
Pada level ini, seseorang terpaku pada persepsinya sendiri meskipun ada paparan
informasi baru. Oleh karena itu, seseorang berjuang untuk melindungi
persepsi-persepsi yang ada dengan mengabaikan informasi baru apapun. Argumentasi
defensif menghalanginya untuk mendengarkan dengan tulus.
Tingkat 3: Mendengarkan dengan empati.
Pada tingkat ini, seorang
bersedia mengurung perspektifnya sendiri dan bergerak keluar untuk memahami
yang lain. Ini adalah pergeseran ke tingkat yang lebih dalam karena orang
tersebut dapat menempatkan dirinya pada posisi orang lain dan terhubung dengan
pengalaman orang tersebut. Ini
memungkinkan pandangan-pandangan akan lebih jauh lebih kaya. Empati mengubah permusuhan
menjadi keramahan dalam kaitannya dengan perspektif berbeda yang ditawarkan.
Dalam perjalanan Emaus, Yesus membiarkan para murid mengungkapkan apa yang
sedang terjadi dalam diri mereka dan mendengarkan frustrasi mereka.
Level 4: Mendengarkan secara generatif.
Ketika mendengarkan semakin mendalam, seseorang terhubung dengan masa depan
yang muncul yang tersembunyi pada masa kini. Pada level ini seseorang
berhubungan dengan tujuan hidup dan kemungkinan masa depan yang menunggu untuk
dilahirkan. Yesus membuka pikiran para murid untuk memahami bagaimana segala
sesuatu berlangsung sesuai dengan rencana Allah dan untuk memahami seluruh arti
penyaliban, kematian, dan kebangkitan Kristus. Mendengarkan Yesus mengobarkan
api di dalam hati mereka. Mereka melihat kemenangan hidup dan cinta melampaui
kisah sengsara, yang sudah ada dalam situasi mereka saat ini.
Senada dengan Pater Jendral, saya ingin menyampaikan pesan
ini untuk adik Ube CMF, tetaplah jadi pendengar yang baik. Pendengar yang
baik ialah pendengar yang sampai pada level 4. Pendengar baik punya imajinasi jika
kedua telinganya akan membentuk potongan-potongan hati; dengarkanlah dengan hati.
Akhirnya, jadilah Ruben yang berani mengatakan ‘janganlah kita membunuh dia’ dan
si kecil yang mau mendengarkan, sebagimana kau lontarkan ‘saya si kecil
pendengar yang baik (rendah hati katanya)’. Iya, kau memang kecil dari kami bersembilan (fisik), but
not about your spirit. You more than me. Selamat bekisah di 22.
Ube CMF |