Jumat, 12 Juni 2020

SI KECIL SUKA MENDENGAR

"Janganlah kita bunuh dia! Janganlah tumpahkan darah, lemparkanlah dia ke dalam sumur yang ada di padang gurun ini, tetapi janganlah apa-apakan dia" (Kej. 37: 21-22)
            Ribuan tahun silam dalam sejarah perjalanan agama Abrahamik, kisah tentang Yakub menjadi kisah yang menarik perhatian banyak orang. Bahkan kisah itu masih hidup hingga saat ini. Bagaimana tidak? Ini adalah ceritera generative yang khas dalam tradisi Abarahmik. Yakub;  cucu Abraham dan Sara, anak dari Ishak dan Ribka seorang putra ajaib hasil penantian yang begitu panjang, dan cukup memakan waktu yang lama. Ia memiliki saudara kembar bernama Esau.
            Konon, menurut kisah Alkitabiah, Yakub dan Esau mempersoalkan hak kesulungan. Esau menjual hak kesulungan dengan semangkuk kacang merah dan roti. Konsekuensi dari tindakannya ini ialah Yakublah yang mendapat berkat dan hak kesulungan. Hidup Yakub selanjutnya selalu mendapatkan berkat. Ia memiliki 12 orang anak yang punya karakter dan kekhasanya masing-masing. Saya tidak terlalu menguasai kisah tentang keduabelas anaknya itu. Saya hanya ingin mengisahkan tentang seorang ‘puteranya’ yang masih ada bersama-sama dengan saya saat ini.
            Hari ini tanggal 12 Juni menjadi hari bahagianya. Dalam doa yang dia goreskan dalam story WAnya dia menyampaikan syukur atas perlindungan Tuhan pada ibunya yang telah melahirkannya. “Terimakasih Tuhan, telah menjaga mama selama 9 bulan. Hari ini engkau memberikan kelegaan baginya. Makasi Mama”. Ini adalah penggalan doa yang ia lantunkan pukul 00:07. WIB. Paginya, pukul 08:30 dia kembali berceloteh dalam storynya, “syukur kepadaMu untuk penyertaanMu hingga usia yang ke 22 ini. Terimakasih mama, bapa, dan adik-adikku, terimakasih komunitas untuk apresiasi dan masukan-masukannya, terimakasih untuk semua yang selalu mendukung, terimaksih untuk semuanya, juga buat kk Ghe yang membuat kue ulang tahunnya” (tulisan ini di buat hanya untuk membuatnya tetap mengenag ulang tahun di tengah pandemic c-19).
Dalam kelompok Yang Tak Terpadamkan, si kecil ini ialah pribadi yang paling suka mendengarkan. Mendengarkan, telinga, dua kata yang berkaitan. Sebagai Putera CMF, saya igin meneruskan 4 tingkatan mendengarkan versi Pater General (goresan ini saya peroleh dari Master P.D.K. ceo Di Ketepian Babilonia).
 Level-1: Echoing. Pada tingkat ini, mendengarkan tidak terjadi, karena orang tersebut berada dalam lingkaran mentalnya yang tertutup dan hanya mendengar apa yang sudah ia ketahui dan apa yang menegaskan kembali ide, pendapat, dan prasangkanya sendiri. Apa pun di luar ini disingkirkan atau ditolak. Oleh karena itu, ini lebih merupakan monolog daripada dialog.
Level 2: Berdebat. Pada level ini, seseorang terpaku pada persepsinya sendiri meskipun ada paparan informasi baru. Oleh karena itu, seseorang berjuang untuk melindungi persepsi-persepsi yang ada dengan mengabaikan informasi baru apapun. Argumentasi defensif menghalanginya untuk mendengarkan dengan tulus.
Tingkat 3: Mendengarkan dengan empati. Pada tingkat ini, seorang bersedia mengurung perspektifnya sendiri dan bergerak keluar untuk memahami yang lain. Ini adalah pergeseran ke tingkat yang lebih dalam karena orang tersebut dapat menempatkan dirinya pada posisi orang lain dan terhubung dengan pengalaman orang tersebut. Ini memungkinkan pandangan-pandangan akan lebih jauh lebih kaya. Empati mengubah permusuhan menjadi keramahan dalam kaitannya dengan perspektif berbeda yang ditawarkan. Dalam perjalanan Emaus, Yesus membiarkan para murid mengungkapkan apa yang sedang terjadi dalam diri mereka dan mendengarkan frustrasi mereka.
Level 4: Mendengarkan secara generatif. Ketika mendengarkan semakin mendalam, seseorang terhubung dengan masa depan yang muncul yang tersembunyi pada masa kini. Pada level ini seseorang berhubungan dengan tujuan hidup dan kemungkinan masa depan yang menunggu untuk dilahirkan. Yesus membuka pikiran para murid untuk memahami bagaimana segala sesuatu berlangsung sesuai dengan rencana Allah dan untuk memahami seluruh arti penyaliban, kematian, dan kebangkitan Kristus. Mendengarkan Yesus mengobarkan api di dalam hati mereka. Mereka melihat kemenangan hidup dan cinta melampaui kisah sengsara, yang sudah ada dalam situasi mereka saat ini.
            Senada dengan Pater Jendral, saya ingin menyampaikan pesan ini untuk adik Ube CMF, tetaplah jadi pendengar yang baik. Pendengar yang baik ialah pendengar yang sampai pada level 4. Pendengar baik punya imajinasi jika kedua telinganya akan membentuk potongan-potongan hati; dengarkanlah dengan hati. Akhirnya, jadilah Ruben yang berani mengatakan ‘janganlah kita membunuh dia’ dan si kecil yang mau mendengarkan, sebagimana kau lontarkan ‘saya si kecil pendengar yang baik (rendah hati  katanya)’. Iya, kau memang kecil dari kami bersembilan (fisik), but not about your spirit. You more than me. Selamat bekisah di 22.
Ube CMF

         

4 komentar: