Senin, 22 Juni 2020

Sang Revolusioner

Hari ini; hari yang istimewa bagi orang nomor satu di negeri kita tercinta, Indonesia. Bapak Presiden Jokowi merayakan ulang tahunnya yang ke-59 tahun. Rasa-rasanya ini adalah momen yang membahagiakan dan juga menantang; merayakan ulang tahun di tengah pandemic korona; bagi seorang pemimpin negara yang harus menjadi teladan dalam berjaga jarak (gimana mau ngerayain hhh...). Dari media-media komunikasi baik online maupun cetak, saya menemukan rangkaian ucapan, harapan, dan doa yang dilantunkan warganya melalui media sosial. Beberapa pemimpin negara lain juga menyempatkan coretan doanya dalam akun medsosnya untuk sang Pemimpin, Sang Revolusioner (personally).

Barangkali Remahers mengetahui persis tanggal dan tahun kelahirannya. Saya hanya ingin memuat kembali narasi ini berdasarkan hasil pembacaan saya atas sebuah buku yang ditulis oleh Edi Elison, Bung Karno dan Jokowi Pemimpin Kembar Beda Zaman, tentunya ada beberapa perubahan dan logika Bahasa yang saya renarasikan di sini. Jokowi lahir pada tanggal 21 Juni 1961, mirip dengan tahun kelahiran ayah kandung saya (bedanya adalah seorang Jokowi menahkodai keluarganya dan jutaan warga masyarakat, sedangkan yang satunya; my father, menjadi pejuang bagi keluarga kami. Jika kita mengenal baik Presiden Soekarno, tentu kita akan tahu beberapa kesamaan antara kedua tokoh ini.  Tanggal dan bulan kematian Presiden pertama kita, Sang Proklamator kemerdekaan Ir. Soekarno merupakan tanggal kelahiran Presiden Ir. Joko Widodo.

 Saya ingin mengisahkan beberapa hal yang menarik dari mereka yang lahir pada bulan Mei dan Juni. Sebenarnya ada beberapa hal menarik bagi mereka yang lahir berkisar antara bulan ini. Tanggal kelahiran mereka biasanya jatuh pada zodiak Gemini. Berdasarkan ilmu astrologi zodiak Gemini dilambangkan oleh dua orang kembar Castor and Pollux, zodiak ini berasal dari konstelasi Gemini 21 Mei – 21 Juni yang mengandung elemen angin, kualitasnya berubah-ubah dan berdomisili di Merkurius – lambang kecerdasan. Geminian punya hobi membaca dan melakukan perjalanan ke mana saja. Kelahiran 1 – 10 Juni masuk dalam dekan kedua yang dikuasai Merkurius dan Mars, orang-orang dalam lingkup ini terindikasi lebih aktif dan dinamis daripada Gemini dekan pertama 22 – 31 Mei.  Presiden kita saat ini, Joko Widodo berzodiak Gemini, ia masuk Gemini dekan 3 yang dipengaruhi kombinasi Merkurius dan Matahari. Golongan ini termasuk pemilik kecerdasan yang tinggi, dapat beradaptasi dengan sempurna selalu ingin tahu, punya semangat seperti bintang, dan mudah bersosialisasi (Elison, 2018).

Ibu Jokowi bernama Hj. Sudjiatmi, ayahnya bernama Noto Mihardjo, awalnya Joko Widodo diberi nama Moeljono. Ketika Jokowi dilahirkan ibunya baru berusia 18 tahun dan Ayahnya belum mendapatkan pekerjaan yang tetap. Joko Widodo disekolahkan di Sekolah Dasar Negeri 112 Tirtoyoso, dan lanjut ke Sekolah Menengah Pertama Negeri di Surakarta.  Selepas dari bangku sekolah menengah pertama, ia melanjutkan studinya di Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Surakarta. Selepas SMA, sebagaimana keinginan anak-anak zaman itu untuk melanjutkan studinya di sebuah universitas, Jokowi selanjutnya melanjutkan studinya di Fakultas Kehutanan Jurusan Perkayuan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Setelah menikah dengan Ibu Iriana Jokowi dikarunia 3 orang anak: Gibran Rakabuming Raka, Kahiyang Ayu, dan Kaesang Pangarep. (masih banyak hal yang belum dikisahkan tentang Jokowi. Seorang pemimpin Negera memiliki jutaan kisah, dan saya yakin narasi ini tidak bisa menceritakan semua tentangnya).

Sebagaimana saya narasikan sebelumya di atas bahwasanya Jokowi dan Soekarno memiliki beberapa kemiripan. Soekarno lahir di sebuah rumah di gedung Paneleh, Surabaya tanggal 6 Juni 1901. Ibunya Ida Ayu Nyoman Rai, seorang bangsawan Bali dari kasta Brahmana. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosotrodihahardjo. Soekarno lahir di bantu oleh seorang dukun kampung bernama Mbah Darmo. Dia lahir kala fajar menyingsing. Orang tuanya memberi nama bayi itu Koesno, karena sering sakit maka namanya diganti menjadi Karno. Kalimat terakhir inilah yang memiliki kemiripan peristiwa dengan Jokowi. Moeljono – Koesno = Jokowi – Soekarno. Tinggi Soekarno 172 CM dan Jokowi lebih tinggi 3 CM (175 CM) diatas Bung Karno.

Cendekiawan cerdik Ikrar Nusa Bhakti pada Kata Pengantar buku Jokowi yang ditulis Jeffry Geovanie, menulis “Jokowi memang bukan keturunan biologis Soekarno, tapi ia bisa dikatakan anak ideologis Soekarno yang mencita-citakan bangsa ini berdiri tegak sejajar dengan bangsa-bangsa Barat dan Bangsa Asia yang telah maju lebih dulu”. Ideologi dan cita-cita kedua tokoh ini terekam dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Salah satu contoh kesamaan ide mereka (ada banyak hal yang mirip) adalah pandangan mereka tentang perempuan atau ibu. Bagi mereka, ibu adalah figur paling menentukan dalam hidup. Bukan hanya karena ucapan atau nasihatnya, tetapi juga karena keteladanan sikap dan perbuatan keseharian sang ibu. Pada Peringatan hari ibu 22 Desember, Soekarno pernah mengutip pernyataan seorang pemimpin perempuan Henriete Roland Holst Van der Schalk, ‘perempuan itu seperti seekor keledai yang menarik dua kereta, bebannya ada dua bukan satu:  beban masyarakat dan beban rumah tangga.  Perempuan tidak bisa menjadi manusia masyarakat saja, perempuan adalah manusia rumah tangga, ia juga manusia ibu, dan merupakan manusia istri’ (Pidato Hari Ibu 22 Desember 1960). Artinya peran perempuan sangat berarti dalam seluruh perjalanan hidup. Keprihatinan bung Karno terhadap kaum perempuan tampak dalam ajaran trilogi, yang mana perempuan tidak hanya berfungsi sebagai kanca wingking (teman di belakang) kaum lelaki, bung Karno menurunkan ajaran trilogi yaitu nationalegeest, (semangat kebangsaan), nationale-wil (kemauan nasional) dan nationale-dad (amal perbuatan nasional).

            Akhirnya, Jokowi dan Soekarno adalah pemimpin negeri yang sangat mencintai dan mengorbankan hidupnya demi kebaikan Bersama, demi perubahan sebuah bangsa. Ada pepatah yang selalu digemakan Soekarno, Tat twam asi, aku adalah dia dan dia adalah aku. Ini berarti kita butuh bertindak seolah-olah kita sedang bertindak untuk diri kita sendiri. Kemampuan kita untuk melihat yang lain sebagai ‘aku’ akan melahirkan sebuah perubahan besar. Bung Karno menyatakan bahwa semua hal bisa diubah; itulah revolusi dalam buku Indonesia Menggugat; revolusi adalah, alle umgestaltung von grand aus, umgestaltung artinya perubahan, von grand aus, dasar-dasarnya dan akar-akar dijungkirbalikkan. Keadaan yang lapuk dijungkirbalikkan, diganti dengan keadaan yang baru, itulah revolusi, tidak hanya moord en doodslag, tidak hanya bunuh membunuh, tidak hanya bom-boman, dan dinamit-dinamitan. Dari jaman perjuangan hingga saat ini, menjadi pemimipin yang berintegras, berjuang untuk merubah adalah panggilan pemimpin sejati. Revolusi mental khas Jokowi adalah kelanjutan dari revolusi sampai akar-akarnya Bung Karno. Perubahan adalah kehendak dari setiap warga masyrakat. Filsuf Pythagoras “tidak ada sesuatu yang terlalu mudah, tetapi setiap hal akan menjadi sulit ketika Anda enggan mengerjakannya”. Alon-alon waton kelakon: slow asal tercapai. Selamat ulang tahun Sang Revolusioner, Joko Widodo.











Jogjakarta 21 Juni 2020

 Fransiskus Sardi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar