Senin, 14 Februari 2022

POLITIK YANG ADIL MENURUT PAUL RICOEUR

Paul Ricoeur (1913 - 2005)


Pengantar

Sejak munculnya pemikiran yang membedakan watak alam sosial, dengan alam fisik, lebih dari 2500 tahun yang lalu, teori politik telah menarik perhatian pemikir-pemikir dari segala zaman. Perhatian manusia terhadap politik, sebenarnya tidak terlalu mengejutkan, karena manusia, meminjam istilah Aristoteles (384-322) adalah makhluk yang berpolitik (zoon politicon).[1] Konsekuensi logis dari penamaan manusia sebagai makhluk politik ialah hidup dalam tatanan masayrakat. Untuk membangun hidup baik dalam masyarakat, sangat diperlukan suatu etika politik yang benar demi mencapai hidup yang adil.

Hidup bersama dalam masyarakat, baik dalam skala kecil maupun besar, selalu rentan konflik. Sejarah hidup bersama mencatat ada berbagai persoalan dan masalah yang muncul akibat ketidakmampuan mengatur kebebasan setiap individu. Negara kita, Indonesia menorehkan beragam persoalan politis. Cela kritis dan krisis situasi politik Indonesia memberi sinyal kuat bahwa politik yang santun dalam membangun masyarakat yang adil mutlak dibutuhkan. Tema politik yang santun dalam membangun masyrakat yang adil, akan dibahas dalam paper ini dengan bertolak dari gagasan Paul Ricoeur. Penulis akan memulai dengan menarasikan riwayat hidup Paul Ricoeur, dilanjutkan dengan uraian gagasan politiknya, dan relevansi untuk membangun suatu komunitas masyarakat yang adil.

Riwayat Hidup Paul Ricoeur

Paul Ricoeur lahir di Valence, Selatan Lyons pada 27 Februari 1913. Ia  menjadi yatim saat usia 2 tahun. Ibunya meninggal saat melahirkannya, dan ayahnya gugur dalam Perang Dunia II sehingga ia dibesarkan oleh kakek dan neneknya.[2]  Ia berasal dari keluarga Kristen Protestan yang taat dan dianggap sebagai salah satu filsif cendekiawan Protestan yang terkemuka di Prancis. Ricoeur sangat peduli dengan persoalan-persoalan sosial, politik, edukatif, kultur, dan agama. Ia dibesarkan di Rennes. Dia memulai karir filsafatnya ketika pemikiran filsafat Eropa didominasi oleh tokoh-tokoh seperti Husserl, Heidegger, Jassper dan Gabriel Marcel.[3] Mereka ini yang mewarnai pemikiran filsafatnya. Pada tahun 1933, ia memperoleh lisensiat filsafat lalu ia mendaftar di Universitas Sorbonne Paris guna mempersiapkan diri untuk menjadi asisten dosen.

Pada tahun 1957, Ricoeur diangkat sebagai profesor Filsafat di Universitas Sorbone. Tahun 1960 ia mempublikasikan buku Finitiude and Guilt, (Keberhinggan dan Keberhasilan). Buku ini adalah jilid kedua yang terbagi menjadi dua buku Fallible Man (Manusia yang Bersalah) dan The Symbolism of Evil (simbol-simbol tentang kejahatan). Ceramah-ceramahnya yang diberikan di Yale University, Amerika Serikat (1961) dikembangkan menjadi karya besar Perihal Interpretasi, Esai Tentang Freud (1965). Tahun 1969 dia menulis tentang psikoanalisis dan strukturalisme, judul bukunya (The Conflict of Interpretation: Essays in Hermeneutics; Konflik Interpretasi: Esai Tentang Hermeneutika). Satu karya penting yang membahas tentang konsep politik adalah Oneself  as Another (1991). Ricoeur meninggal dunia pada 20 Mei 2005 di Chatenay-Malabry.[4]

Politik Yang Adil Menurut Ricoeur

Manusia dalam hidupnya selalu mengejar hidup yang baik. Paul Ricoeur dalam konstruksi etika politiknyamemulai dengan gagasan Aristoteles. Aristoteles dalam karyanya Nichomachean Etichs I mendeklarasikan bahwa kebaikan merupakan tujuan utama dari segala pilihan hidup manusia. Manusia dalam seluruh proyek hidupnya, selalu mengejar hidup baik.[5] Hidup baik hanya bisa dicapai dalam relasi antarpribadi. Relasi ini mengandaikan adanya suatu tantanan hidup yang berkadilan.

Paul Ricoeur mengadopsi pandangan teleologis Aristoteles. Bagi Paul Ricoeur keadilan selalu berkaitan dengan keutamaan (virtue). Menurut Ricoeur keadilan memiliki dua makna[6], yaitu sebagai good yang menandakan keberadaan relasi antara pribadi menuju institusi-institusi menuju ke dalam masyarakat yang tak berwajah. Hal kedua ialah sebagai suatu aturan yang merujuk pada sistem keadilan dalam masyrakat luas.

Tesis Ricoeur menegaskan bahwa keadilan sebagai sebentuk keutamaan. Keutamaan adalah kemampuan manusia untuk melakukan perannya sebagai manusia untuk mencapai tujuan yaitu adil. Seorang menjadi adil apabila dia bertindak secara adil. Tampak Ricoeur menggarisbawahi pemahaman bahwa keadilan selalu merupakan praksis keutamaan. Paul Ricoeur membangun etika politiknya dengan menekankan situasi riil, yang mana semua manusia memiliki hasrat untuk hidup dalam keadilan.

Fakta bahwa keadilan yang selalu dihasrati, dikehendaki, merupakan alasan kuat bahwa keadilan pertama-tama adalah soal keutamaan. Secara gamblang bisa dijelaskan bahwa politik dalam perspektif Ricoeur adalah keadilan yang berlandaskan pada keutamaan. Keadilan sebagai etika dalam bertumpu pada realitas hidup, bahwa semua orang menghendaki dan mengusahakan hidup adil dan baik.

Dalam mendukung gagasannya tentang konsep keadilan, Ricoeur menguraikan bahwa konsep keadilan selalu bersifat proporsional. Artinya bahwa walaupun keadilan adalah suatu prinsip universal, tetapi penerapan atau aplikasinya selalu dilihat dan dibaca dalam konteks.

Menurut Ricoeur dalam membangun suatu sistem politik yang baik dibutuhkan tiga sikap utama[7] yaitu: kebebasan subjek, kebebasan orang lain, dan institusi yang memediasi kebebasan subjek dan kebebasan orang lain.[8] Semua sikap ini menurut Ricoeur akan mengarahkan seorang pada hidup baik. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa hidup baik adalah tujuan akhir dari kegiatan manusia dalam tatanan hidup bersama.

Ricoeur mendefinisikan hidup baik sebagai pencapaian impian dan ideal tertinggi dari dalam masyarakat. Hidup yang baik tidak pernah terpisah dari pemahaman hidup yang mengandaikan adanya tiga sikap diatas. Oleh karena itu dasar pertimbangan etika politik Paul Ricoeur adalah hidup baik yang tidak lain adalah hasrat akan kebahagian untuk semua orang.

Konsep politik yang berimplikasi pada hidup baik adalah hidup yang mengarahkan hidup bersama bagi semua orang melalui institusi yang adil. Dalam pemahaman Ricoeur, individu, masyarakat luas, dan institusi adalah tiga hal utama yang menggerakan hidup bersama dalam tatanan bersama untuk membangun politik yang adil.

Sumbangan Pemikiran Ricoeur Untuk Masyarakat Adil

            Sebagai seorang pemikir kristiani, Ricoeur memberikan gambaran bahwa esensi dari suatu tindakan keadilan adalah memperlakukan orang lain selaras dengan apa yang hendak kita ingin orang lain perbuat.

Teks injil Matius 7:12  “segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka” menjadi landasan etika keadilan politik Ricoeur. Gagasan ini menjadi sumbangan besar dari Paul Ricoeur yang mana menekankan hubungan kesalingan dan kesetaraan.

Ricoeur memang menekankan dan memprioritaskan hasrat baik dan moralitas yang berlandaskan pada norma hukum. Peran institusi menjadi sangat penting untuk membangun etika dan moralitas politik tersebut. Dalam bacaan kelompok kami, peran institusi mutlak menjadi hal yang penting dalam hidup bersama apabila dikaitkan dengan kesetaraan dan kesalingan.

            Fenomena korupsi yang ada di setiap negara, serentak menurukkan konsep keadilan bagi semua orang dari gagasan Ricoeur. Dalam telaah yang ditulis Beni Harman,[9] ‘salah satu celah para koruptor mencuri harta negara adalah kelonggaran hukum dan institusi yang lemah dalam bidang pengawasan hukum’. Kelemahan institusi ini juga tidak terlepas dari sikap kebebasan yang kebablasan. Sumbangan Paul Ricoeur dengan etika politik yang adil sebagai keutamaan, bisa dibaca dalam hal ini.

Prinsip keadilan dalam etika politik Paul Ricoeur mendorong institusi-institusi untuk menekankan prinsip keadilan yang saling terhubung dan setara. Penekanan politik yang setara dan berhubungan dengan berlandaskan pada asas keadilan menjadi sumbangan penting Paul Ricoeur.

            Ricoeur memadatkan seluruh gagasannya tentang etika politik di atas tiga pilar penting: 1) mengarahkan pada hidup baik, 2) bersama dan untuk orang lain, 3) dalam institusi-institusi yang adil. Hidup baik menjadi tujuan akhir semua kegiatan manusia. Untuk menggapai hidup tersebut manusia harus ada dalam kebersamaan dengan orang lain, maka relasi persahabatan menjadi suatu hal yang mutlak dan tidak bisa ditolak.

Sebagaiman cita-cita para pendiri Bangsa untuk menjadikan negara Indonesia baik dan adil, maka etika politik Paul Ricoeur bisa menjadi sumbangan untuk membangun suatu masyrakat yang adil.

 



[1] Henry J Schmandt, A History of Political Philosophy, terj. Ahmad Baidlowi dan Imam Baehaqi, Filsafat Politik, Kajian Historis dari zaman Yunani Kuno sampai zaman Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), 4.

[2] F Budi Hardiman, Seni Memahami, (Yogyakarta: Kanisius, 2015), 237 

[3] John. B. Thompson, "Editor's Intrroduction," dalam Paul Ricoeur Hermeneutics and the Human Science (Amerika: Cambridge University Press, 1982), 2.

[4] F Budi Hardiman, Seni Memahami, 239

[5] Aristotle, Nichomachean Ethics I, the Complete works of Aristotle, Vol II (Princenton: Princenton University Press, 1991) 10941a

[6] Paul Ricoeur, Oneself as Another, trans by. Kathleen Blamey (Chicago and London: The University of Chicago Press, 1991), 228

[7] Paul Ricoeur, The Problem of the foundation of Moral Philosophy, (Prancis, 2000) 11

[8] Bernard P Dauenhauer, Paul Ricoeur, The Promise and Risk of Politics, (NewYork, Rowlan and Littlefield Publishers, 1998), 27

[9] Beni Kabur Harman, Negeri Mafia, Republik Koruptor, (Yogyakarta: Lamalera, 2012), 102

Tidak ada komentar:

Posting Komentar